Tentang Hijab
Suatu hari aku bekerja disebuah perusahaan dimana seisi ruangan adalah perempuan semua. Aku baru mengenakan hijab, dan jujur masih bertanya-tanya apa hakikat hijab yang sebenarnya waktu itu. Sewaktu pertama kali mencoba hijab didepan cermin, mama yang tak sengaja melihat bahkan berkata,"yakin? Jangan dulu, mama gak yakin."
Jujur saat itupun aku gak yakin, tapi di sisi lain, aku paham kenapa mama seperti itu, mama punya trauma kejadian yang tidak menyenangkan dengan kaum fanatik. Mama takut anaknya ikut-ikutan.
Selagi mama menutup pintu, aku menjawab," apasalahnya nyoba."
Kembali ke pekerjaan baru waktu itu, pekerjaan yang sangat memungkinkan aku berhijab. Hampir 2 tahun berlalu dengan hari-hari yang sangat menjengkelkan. Dalam satu ruangan ada 5-6 orang, salah satu dari kami mengenakan hijab syari bahkan jikalau boleh ia pasti berniqab. Tapi Allah memang sedang mendidik aku untuk tidak menilai seseorang dari pakaiannya, sekalipun ia berniqab, mulutnya racun, drama queen, pembohong dan suka sekali memfitnahku.
Jujur saat itupun aku gak yakin, tapi di sisi lain, aku paham kenapa mama seperti itu, mama punya trauma kejadian yang tidak menyenangkan dengan kaum fanatik. Mama takut anaknya ikut-ikutan.
Selagi mama menutup pintu, aku menjawab," apasalahnya nyoba."
Kembali ke pekerjaan baru waktu itu, pekerjaan yang sangat memungkinkan aku berhijab. Hampir 2 tahun berlalu dengan hari-hari yang sangat menjengkelkan. Dalam satu ruangan ada 5-6 orang, salah satu dari kami mengenakan hijab syari bahkan jikalau boleh ia pasti berniqab. Tapi Allah memang sedang mendidik aku untuk tidak menilai seseorang dari pakaiannya, sekalipun ia berniqab, mulutnya racun, drama queen, pembohong dan suka sekali memfitnahku.
Awalnya aku gak peduli apapun yang ia lakukan. Tapi suatu hari aku sampai diusir bapakku sendiri karena fitnahnya. Aku ini emang lemah iman, dan butuh uang. Jadi bertahan bekerja satu ruangan adalah pilihan yang terpaksa harus diambil.
Sampai kepada klimaksnya, suatu hari aku yang gak pernah peduli sama keyakinan orang lain, berani-beraninya melakukan mind-gaming terhadap dia.
Pagi itu hujan cukup lebat, kami terpaksa berteduh di halte busway sampai hujan berhenti. Sambil menunggu hujan aku bertanya, "Kak, sejak kapan berpakaian seperti ini?"
Ia jawab, "karena suami yang insya Allah membawaku ke syurga."
"ohh..hehe" cuma aku respon dengan oh dan senyum.
Tapi ia melanjutkan kisahnya, tentang suaminya dan majelis-majelis yang ia sering kunjungi. Disekitar kami banyak orang yang bahkan aku rasa mendengar kisah dia juga dan dia sadar sedang diperhatikan mereka.
Setelah hujan mulai reda, orang-orang mulai mengambil langkah, begitupun dengan dia. Tapi sebelum itu, aku ingatkan dia untuk mengangkat sedikit bajunya atau otomatis gamisnya pasti kotor dan basah. Namun sebagaimana dugaanku, dia akan bilang,"Ga ah.. lebih baik kotor daripada aurat saya kelihatan."
ya, aku cuma senyum..senyum yang berpikir. Sampai tibalah sholat dzuhur, ditempat kami bekerja tidak ada mushola, jadi kami sholat diruangan kami. Seusai ia sholat, aku bertanya dengan nada ringan, "Kak, menurut kakak sholat kakak diterima?"
Serentak semua mata melongo menatapku. Dan ia menjawab," kok nanya gitu?"
Aku menjelaskan," tadi pagi baju kakak kotor karena menembus banjir, dan sekarang kakak sholat pakai baju yang sama. Aku cuma nanya, apa Allah nerima sholat kakak?"
Seisi ruangan saling celingak celinguk, jfyi.. Dia suka sekali berdakwah kepada kami seisi ruangan. Ekspresi mereka karena aku mempertanyakan hal seperti itu adalah wajar.
Ia jawab, "karena suami yang insya Allah membawaku ke syurga."
"ohh..hehe" cuma aku respon dengan oh dan senyum.
Tapi ia melanjutkan kisahnya, tentang suaminya dan majelis-majelis yang ia sering kunjungi. Disekitar kami banyak orang yang bahkan aku rasa mendengar kisah dia juga dan dia sadar sedang diperhatikan mereka.
Setelah hujan mulai reda, orang-orang mulai mengambil langkah, begitupun dengan dia. Tapi sebelum itu, aku ingatkan dia untuk mengangkat sedikit bajunya atau otomatis gamisnya pasti kotor dan basah. Namun sebagaimana dugaanku, dia akan bilang,"Ga ah.. lebih baik kotor daripada aurat saya kelihatan."
ya, aku cuma senyum..senyum yang berpikir. Sampai tibalah sholat dzuhur, ditempat kami bekerja tidak ada mushola, jadi kami sholat diruangan kami. Seusai ia sholat, aku bertanya dengan nada ringan, "Kak, menurut kakak sholat kakak diterima?"
Serentak semua mata melongo menatapku. Dan ia menjawab," kok nanya gitu?"
Aku menjelaskan," tadi pagi baju kakak kotor karena menembus banjir, dan sekarang kakak sholat pakai baju yang sama. Aku cuma nanya, apa Allah nerima sholat kakak?"
Seisi ruangan saling celingak celinguk, jfyi.. Dia suka sekali berdakwah kepada kami seisi ruangan. Ekspresi mereka karena aku mempertanyakan hal seperti itu adalah wajar.
Dia menjawab," Allah itu Maha Pengertian, Karina."
"Kalo gitu kenapa Allah seakan gak ngerti kalo tadi banjir? sehingga membiarkan baju kakak lebih baik kotor, dan kotor saat menghadapNya? Aduh, aku jadi bingung!"
Semua terdiam. Dan terdengar celetukan seseorang, "iya juga ya karina!"
Dan Aku menambahkan," Pagi itu, ada banyak orang dan tentu saja Allah. Tapi kita gak tau kepada siapa hati lebih condong , Allah kah? atau pujian?"
Dia terlihat kesal. Marah juga mungkin, dan menuduhku telah berprasangka buruk sama Allah. Sejak saat itu ia semakin terlihat tidak menyukaiku. Entah salah apa aku ini. Ditambah teman-teman yang malas dengar dakwahnya yang kadang ga realistis.
"Kalo gitu kenapa Allah seakan gak ngerti kalo tadi banjir? sehingga membiarkan baju kakak lebih baik kotor, dan kotor saat menghadapNya? Aduh, aku jadi bingung!"
Semua terdiam. Dan terdengar celetukan seseorang, "iya juga ya karina!"
Dan Aku menambahkan," Pagi itu, ada banyak orang dan tentu saja Allah. Tapi kita gak tau kepada siapa hati lebih condong , Allah kah? atau pujian?"
Dia terlihat kesal. Marah juga mungkin, dan menuduhku telah berprasangka buruk sama Allah. Sejak saat itu ia semakin terlihat tidak menyukaiku. Entah salah apa aku ini. Ditambah teman-teman yang malas dengar dakwahnya yang kadang ga realistis.
Suatu hari ia berkata pada kami bahwa Tuhan orang-orang non Muslim bukan Allah. Dan Aku menentang pendapatnya dengan sebuah pertanyaan,"Kalo gitu Tuhan ada banyak ya? Tuhan A nyiptain agama A. Tuhan B nyiptain agama B."
"Qulhuwallahu Ahad!" suaranya melengking.
"iya Allah cuma satu. Tapi kakak yang bilang kalo Tuhannya Noni bukan Allah. padahal Allah cuma 1, dia yang nyiptain kita semua, mau agamanya A B C D tetap Allah Tuhan mereka. tapi soal menyembah, Aku sendiripun bisa jadi lalai menyembah Allah."
"Qulhuwallahu Ahad!" suaranya melengking.
"iya Allah cuma satu. Tapi kakak yang bilang kalo Tuhannya Noni bukan Allah. padahal Allah cuma 1, dia yang nyiptain kita semua, mau agamanya A B C D tetap Allah Tuhan mereka. tapi soal menyembah, Aku sendiripun bisa jadi lalai menyembah Allah."
" astgafirullah, istigfar karina!!!" serunya.
"hawa nafsu kakak." nyengir kuda.
Lagi, Suatu pagi.. ia berdakwah,"mendengarkan musik itu haram!"
Beberapa teman berkata,"masa sih? emang iya karina?"
Beberapa teman berkata,"masa sih? emang iya karina?"
"kok nanya aku? mana aku ngerti soal agama. Tapi kalo kakak satu angkot sama temen kakak yang suka ngomongin orang, lebih baik denger musik atau dengerin omongan dia?" Aku jawab sambil mengingat setiap pulang aku selalu pakai headset, karena dia selalu bahas ah itulah pokoknya.
Dia terkejut mendengar jawabanku. Yah, sejak saat itu semakin menjadi kedengkiannya. Aku diusir sampai 3 hari, karena fitnahan dia. Dan masih banyak yang sebaiknya tidak perlu diceritakan.
Sampai suatu hari dia menghubungkan keyakinanku dengan keturunan. Aku yang pemikir ini jadi semakin merasa terbebani pikiran.
Dan tak lama pesan seorang Rabi Yahudi, sekaligus kawan masuk.
"Assalamualaikum Karina" sapanya.
Kemudian tanpa sadar aku menceritakan beban pikiran yang aku alami saat itu.
Kemudian tanpa sadar aku menceritakan beban pikiran yang aku alami saat itu.
Ia bertanya, " Kamu tau Shafiyah binti Huyay?"
Aku benar-benar gak tau. Dia menjelaskan bahwa Shafiyah adalah salah satu istri Nabi Muhammad saw. Satu-satunya dari keturunan yahudi. Yang paling cerdas dibanding istri yang lain, sehingga istri yang lain cemburu. Bahkan suatu ketika sampai keluar dari lisan Hafshah kata-kata, “Anak seorang Yahudi” hingga menyebabkan beliau menangis .Tatkala itu Nabi masuk sedangkan Shafiyyah masih dalam keadaan menangis. Beliau bertanya,”Apa yang membuatmu menangis?”Beliau menjawab, Hafshah mengatakan kepadaku bahwa aku adalah anak seorang Yahudi. Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya engkau adalah seorang putri seorang Nabi dan paman mu adalah seorang Nabi, suamipun juga seorang Nabi lantas dengan alasan apa dia mengejekmu?” Kemudian beliau bersabda kepada Hafshah, “Bertakwalah kepada Allah wahai Hafshah!”
Haha, gila. Dia seorang yahudi, tapi memiliki jiwa seorang muslim. Sedangkan si perempuan syari itu, dia Muslimah tapi entah jiwa apa yang ia miliki.
Sejak hari itu, dan sejak berhenti bekerja disana. Aku setiap harinya berpikir, benar-benar memikirkan.. hingga aku mantap memutuskan melepas hijab tepat saat aku melihat seorang gadis tunawisma dijalan. Dan bertanya pada diri sendiri," Jika surga hanya untuk perempuan berhijab, bagaimana dengan mereka yang untuk makan saja tidak punya uang? jika harus membeli baju syari yang cukup mahal. apa mereka gak pantas menerima surga?"
Aku ingin orang lain melihat aku dari jiwa bukan pakaian. Dan hanya Allah lah yang Maha Mengetahui isi hati.
Akal pun gak bisa terima, Allah menciptakan kita beragam budaya. Sejarah tentang pakaian pun berbeda disetiap tempat. Pada masa Yehuda dan Perez misalnya, perempuan yang mengenakan cadar merupakan penanda bahwa mereka adalah para pelacur. Pada masa-masa lainnya, perempuan yang telah menikah ditandai dengan telah mengenakan kerudung. Pada masa Nabi Isa, perempuan yang tidak menggelung rambutnya dan membiarkannya tergerai dianggap tidak sopan, dan yang mengepang penuh gaya dianggap sebagai penanda ia seorang pelacur.
Hatiku bilang, Allah bukan Rasist. Tuhan semesta, Tuhan semua.. Allah tau yang terbaik untuk hambanya. Seorang athlet tidak bisa mengenakan niqab, itu bisa membahayakan dirinya. Tapi bukan juga mengorbankan bakatnya yang notabenenya adalah Anugerah dari Allah sendiri untuk membela bangsanya melalui jalur olahraga.
Islam itu damai, jika islammu justru memicu perpecahan karena merasa kamu paling benar, coba cek lagi.. apakah hatimu damai dengan bersikap begitu?
Salam,
Karina Arba
Haha, gila. Dia seorang yahudi, tapi memiliki jiwa seorang muslim. Sedangkan si perempuan syari itu, dia Muslimah tapi entah jiwa apa yang ia miliki.
Sejak hari itu, dan sejak berhenti bekerja disana. Aku setiap harinya berpikir, benar-benar memikirkan.. hingga aku mantap memutuskan melepas hijab tepat saat aku melihat seorang gadis tunawisma dijalan. Dan bertanya pada diri sendiri," Jika surga hanya untuk perempuan berhijab, bagaimana dengan mereka yang untuk makan saja tidak punya uang? jika harus membeli baju syari yang cukup mahal. apa mereka gak pantas menerima surga?"
Aku ingin orang lain melihat aku dari jiwa bukan pakaian. Dan hanya Allah lah yang Maha Mengetahui isi hati.
Akal pun gak bisa terima, Allah menciptakan kita beragam budaya. Sejarah tentang pakaian pun berbeda disetiap tempat. Pada masa Yehuda dan Perez misalnya, perempuan yang mengenakan cadar merupakan penanda bahwa mereka adalah para pelacur. Pada masa-masa lainnya, perempuan yang telah menikah ditandai dengan telah mengenakan kerudung. Pada masa Nabi Isa, perempuan yang tidak menggelung rambutnya dan membiarkannya tergerai dianggap tidak sopan, dan yang mengepang penuh gaya dianggap sebagai penanda ia seorang pelacur.
Hatiku bilang, Allah bukan Rasist. Tuhan semesta, Tuhan semua.. Allah tau yang terbaik untuk hambanya. Seorang athlet tidak bisa mengenakan niqab, itu bisa membahayakan dirinya. Tapi bukan juga mengorbankan bakatnya yang notabenenya adalah Anugerah dari Allah sendiri untuk membela bangsanya melalui jalur olahraga.
Islam itu damai, jika islammu justru memicu perpecahan karena merasa kamu paling benar, coba cek lagi.. apakah hatimu damai dengan bersikap begitu?
Salam,
Karina Arba
Thanks for sharing,.
BalasHapus